Berkesenian Tanpa Henti: Menginspirasi Bangsa Lewat Karya Film Dan Televisi

oleh : Antonius Janu Haryono

Komitmen untuk terus-menerus menciptakan karya seni yang menginspirasi, menghibur serta mendidik dapat dikatakan sebagai sebuah proses dari berkesenian tanpa henti. Untuk dapat terus bertahan dalam berkarya tentu saja dibutuhkan upaya transformasi yang mendalam dan menyeluruh. Transformasi mencakup pada bagaimana kreativitas dan imajinasi dapat menghasilkan inovasi seni sehingga dapat mengoptimalkan segala sumber daya demi mencapai sebuah karya seni yang unggul. Pameran dan Penayangan Karya Seni Fakultas Seni Media Rekam dalam rangka Lustrum ke-8 Institut Seni Indonesia Yogyakarta menjadi penanda capaian dari sebuah proses yang tak kenal lelah dalam menciptakan karya-karya seni yang inspiratif, berdaya saing dan berdampak bagi masyarakat. 

Pameran dan penayangan menampilkan karya-karya seni dari proses pembelajaran para mahasiswa dan kegiatan tridharma para dosen dengan tema ”Daya Kreatif, Imajinasi dan Inovasi Seni Untuk Kemajuan Bangsa”. Dunia industri film dan televisi di Indonesia saat ini terus berkembang, oleh karena itu para kreator film dan televisi ditantang untuk selalu menemukan cara baru dalam bercerita dan berinovasi secara teknis. Prodi Film dan Televisi menayangkan 56 karya mahasiswa dan 3 karya dosen yang terdiri dari film fiksi, film dokumenter, film eksperimental, dan skenario. 

Daya kreatif tanpa batas harus dapat menghasilkan karya yang tidak hanya menghibur namun juga memiliki pesan yang mendalam dan relevan dengan situasi sosial, budaya dan politik. Karya film dengan judul “Bisik-Bisik Sayur” menceritakan isu sosial tentang gosip atau isu miring  yang sering terjadi dalam banyak masyarakat indonesia. Film ini merupakan hasil dari mata kuliah Agama yang mencoba mengangkat pesan moral tentang bagaimana hidup baik ditengah masyarakat. Terdapat juga film tugas akhir yang mengangkat peristiwa politik 65 dengan judul “Geger Perikoloso”. Film ini menceritakan tentang seorang anak laki-laki yang sedang berjuang mencari dirinya namun terbentur dengan instabilitas politik yang membahayakan dia dan keluarganya. Selain film fiksi, terdapat juga film dokumenter yang mengangkat tentang isu sosial budaya dengan judul “Sama – Bagai”. Film dokumenter ini menceritakan tentang konflik identitas dan eksistensi suku Bajo terhadap pengaruh orang darat. Munculnya film-film dengan mengangkat isu-isu sosial, budaya, politik menunjukan bahwa para mahasiswa memiliki kepekaan terhadap peristiwa-peristiwa yang ada disekitar mereka sehingga membentuk daya kreatif yang kuat.

Proses berkesenian tanpa henti membutuhkan daya imajinasi yang kuat dan kemauan untuk mengambil resiko dalam menciptakan ide dan konsep yang baru. Imajinasi memungkinkan para kreator film dan televisi untuk membayangkan latar belakang cerita yang kompleks, karakter yang unik, dan alur cerita yang menarik. Beberapa film eksperimental dari hasil mata kuliah Film Eksperimental yang ditayangkan dalam pameran ini mampu menghadirkan imajinasi-imajinasi dalam bentuk audio visual. Film eksperimental dengan judul “All Eyes on Me” menceritakan tentang kehidupan dengan beban stigma perempuan di mata umum yang divisualisasikan dengan karakter wayang dan bayang manusia. Perpanduan visual bayang wayang dan manusia mampu memantik imajinasi penonton untuk membayangkan pergulatan perempuan dalam memperjuangkan kebebasannya. Selain itu juga terdapat beberapa film eksperimental yang banyak mengeksplorasi objek cerita dengan konsep visual yang menarik, yaitu: Atmavisesa, Minus, Improvisasi, A Place Where the Bird Hangout, Jejak, dan Backspace.

Keberanian mengambil resiko untuk bereksperimen menggunakan teknik pembuatan film yang inovatif, seperti penggunaan CGI (Computer-generated imagery) atau animasi merupakan kunci untuk menghadirkan pengalaman sinematik yang segar dan menarik bagi penonton. Penggunaan efek visual dapat ditemukan dalam film “Kontapati” yang menceritakan tentang dunia di mana manusia hanya berkomunikasi dengan telepati, seorang gadis kecil pergi mencari kupu-kupu, tapi pertemuannya dengan seekor kucing hitam yang menuntunnya kepada seorang pria tua yang apatis menguji niatnya. Efek visual mampu menghadirkan mise en scene yang mendukung ruang cerita sehingga penonton dapat ikut merasakan suasana keheningan yang dibangun dalam film tersebut. Film Kontapati merupakan hasil dari Project Based Learning dari 4 (empat) mata kuliah, yaitu Penyutradaraan Film dan Televisi, Sinematografi, Editing Film, Tata Suara Film dan Televisi. Melalui imajinasi yang terus berkembang, karya film dan televisi dapat mendorong batasan kreativitas sehingga dapat menginspirasi penonton untuk melihat dunia dari perspektif yang lain.

Dinamika berkarya seni bagi mahasiswa film dan televisi sudah dimulai sejak menjadi mahasiswa baru sampai membuat karya seni yang meluluskan para mahasiswa. Proses pertama dilalui dalam kegiatan Krema, yaitu sebuah pameran perdana bagi mahasiswa baru. Mahasiswa baru di Prodi Film dan Televisi dituntut untuk membuat karya audio visual sebelum mereka mendapat bekal ilmu film dan televisi sehingga nantinya dapat menjadi tolok ukur perkembangan dari para mahasiswa. Beberapa karya hasil Krema yang ditayangkan dalam pameran ini, yaitu Warisan, Cerita Liburan, Sandal Ajaib, dan  8 x 8. Pada semester 2, para mahasiswa mendapat tugas untuk membuat film untuk pertama kalinya setelah mendapatkan bekal dasar dalam bidang film dan televisi. Proses berkarya pada semester 2 merupakan implementasi dari kegiatan Project Based Learning yang terdiri dari 4 (empat) mata kuliah, yaitu Dasar Penyutradaraan, Tata Kamera, Dasar Editing, dan Naskah Fiksi.  Film Ghost Girl & Paper  merupakan  film hasil semester 2 yang ditayangkan dalam pameran ini. Pada semester 3, para mahasiswa kembali membuat film untuk yang kedua kalinya dalam kegiatan Project Based Learning yang terdiri dari 4 (empat) mata kuliah, yaitu Penyutradaraan Film dan Televisi, Sinematografi, Editing Film, dan Tata Suara Film dan Televisi. Film 5 Minutes of Love merupakan hasil karya film dari tugas di semester 3 yang ditayangkan dalam pameran ini. Selain membuat film fiksi, pada semester 4 mahasiswa mendapatkan tugas untuk membuat karya film dokumenter. Beberapa karya film dokumenter hasil dari mata kuliah Dokumenter yang ditayangkan pada pameran ini, yaitu Are We Still Friends? dan Dried Tears. Pada semester 5 mahasiswa diwajibkan untuk memilih peminatan antara penciptaan seni atau pengkajian seni. Mata Kuliah Produksi Terpadu menuntut mahasiswa untuk membuat karya seni maupun kajian seni. Film A Sweet Dispatch merupakan karya film dari hasil semester 5 yang ditayangkan pada pameran ini. Selain itu, pada pameran dan penayangan ini akan diputar sebanyak 30 karya video seni dari hasil mata kuliah Video Seni di semester 5. Proses berkarya selanjutnya adalah Tugas Akhir yang diibaratkan sebagai momen puncak dalam berkarya seni sebagai mahasiswa. Ada beberapa karya Tugas Akhir yang diputar dalam pameran, yaitu Komik Jagoan, Behind the Stage, dan As The Hours Pass

Selain berkarya seni melalui proses pembelajaran di kampus, beberapa mahasiswa juga melakukan proses berkesenian dengan membuat karya film dengan komunitas di luar kampus. Beberapa karya film hasil berkarya di luar kampus, yaitu Pung ra rampung ra nembung, Once Upon a time in Majapahit, dan In-Fame. Tidak hanya mahasiswa saja yang ikut menayangkan karya seninya namun juga beberapa dosen ikut menayangkan karya seni hasil dari kegiatan Tridharma Perguruan Tinggi yang terdiri dari karya Video Tari dan Skenario. Berikut merupakan judul dari karya dosen, seperti Matahari-Matahariku, Sarong in Between : Intimate, dan Toya.

Proses berkarya seni yang terjadi pada lingkungan Prodi Film dan Televisi menunjukan bagaimana komitmen untuk terus berkarya seni telah dipupuk sejak dini, mulai dari menjadi mahasiswa baru sampai menjadi mahasiswa tingkat akhir. Selain itu, tidak hanya dalam ruang lingkup internal kampus namun banyak mahasiswa yang juga mengembangkan keilmuannya dan berjejaring bersama komunitas di luar kampus. Semangat berkesenian harus terus dijaga dengan terus melahirkan karya seni yang inovatif dan unggul.

Karya-karya film dan televisi akan diputar dalam festival pemutaran film yang bernama Titik Temu Screening. Program ini merupakan hasil dari proses Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Festival Film dan Pemutaran Berdampak yang berkolaborasi dengan 3 (tiga) mata kuliah, yaitu Festival Film dan Kuratorial, Film dan Masyarakat serta Film Eksperimental yang diselenggarakan Prodi Film dan Televisi. Inovasi dalam bidang film dan televisi merupakan elemen penting dalam menjaga keberlanjutan sehingga tidak hanya berfokus pada aspek teknologi namun juga mencakup cara-cara baru dalam mendistribusikan konten film dan televisi.  Pemilihan nama Titik Temu Screening ditujukan untuk menekankan titik dimana berbagai medium seni bertemu dan berkolaborasi dalam menciptakan sebuah festival film yang berbeda dari sebelumnya. Inovasi distribusi karya film dan televisi dapat ditemukan dalam salah satu program pemutaran film dengan nama program Layar Teatrikal. Program Layar Teatrikal akan membawakan film-film yang kental dengan performing arts, seperti set panggung, akting, dialog serta emosi yang intens. Pada pemutaran tersebut, penonton terlebih dahulu menyaksikan tampilan performing arts yang menggambarkan cerita dari film-film yang akan diputar sehingga dapat menciptakan pengalaman menonton yang unik.

Dengan menggabungkan kreativitas, imajinasi, dan inovasi, diharapkan karya-karya film dan televisi dapat terus berkembang sebagai medium seni yang kuat, yang tidak hanya mencerminkan budaya dan nilai-nilai masyarakat, tetapi juga berperan aktif dalam membentuk dan menginspirasi masa depan bangsa.