DIALOG VISUAL ANTARA TRADISI KONVENSIONAL DAN TEKNOLOGI DIGITAL
oleh : Troy
Pada era kecerdasan buatan (AI) yang semakin mendominasi, seni tidak lagi hanya sebagai alat ekspresi, melainkan juga sebagai refleksi kritis terhadap teknologi modern. Dalam pameran bertema “The Artistic Reflection of Recorded Media Art in the Artificial Intelligence Era“, karya-karya dari Program Studi Animasi menyoroti bagaimana seni visual tradisional dan animasi digital berinteraksi serta bertransformasi dengan AI. Melalui berbagai pendekatan kreatif, pameran ini memperlihatkan bagaimana teknologi modern dapat berkolaborasi dengan seni untuk memperkaya narasi visual, sembari mempertahankan identitas budaya yang kuat.
Salah satu karya utama adalah Si Baja, animasi yang memperkenalkan budaya Jawa melalui bahasa dan tembang tradisional, sementara narasinya memanfaatkan teknologi Virtual Reality (VR). Episode “Virus” menggambarkan anak-anak yang menjadi pahlawan di dunia virtual untuk menyelamatkan bumi dari virus digital. Si Baja menunjukkan bahwa teknologi tidak menggantikan tradisi, melainkan memperkaya interaksi budaya lokal dengan narasi global yang didukung oleh AI.
Karya Super Four menampilkan evolusi visual pahlawan super yang mengalami transformasi dari ilustrasi digital sederhana menjadi visual semi-realis dengan tambahan kedalaman emosi dan detail pada karakter berkat aplikasi Dzine AI. Karya ini mencerminkan bagaimana kolaborasi antara seniman dan mesin dapat menciptakan karakter yang lebih hidup, memperluas batasan artistik dalam penciptaan visual.
Dalam Tails of The Kintudo Quest, animasi yang menggambarkan karakter antropomorfis, kita melihat refleksi perjuangan manusia di tengah disrupsi teknologi. Karakter Basenji menghadapi invasi alien, melambangkan ketidakpastian antara manusia, hewan, dan mesin di era digital. Narasi ini menggunakan teknologi untuk menciptakan ruang refleksi sosial, mengangkat isu-isu politik dan sosial dalam dunia fantasi yang penuh tantangan.
Poster animasi Rahasia Desa Sari dan digital drawing Moi & Jole muncul sebagai jembatan antara masa lalu dan masa depan. Melalui proses produksi yang melibatkan kecerdasan manusia dan kecerdasan buatan, elemen visual dan naratif yang sarat budaya pada karya seni media rekam diperkuat.
Sebagai penutup, ilustrasi pasar tradisional Beringharjo dan potret figur Edial Rusli memberikan kontras visual yang kuat dengan karya-karya digital lainnya. Mereka merefleksikan pentingnya mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan dan identitas lokal dalam dunia yang semakin terdigitalisasi.
Pameran karya Program Studi Animasi ini merupakan dialog visual antara tradisi konvensional dan teknologi digital, antara narasi lokal dan futuristik, serta antara dunia fisik dan virtual. Karya-karya yang ditampilkan mengajak kita untuk merenungkan bagaimana seni media rekam, baik dalam bentuk animasi digital maupun ilustrasi konvensional, mencerminkan perubahan yang disebabkan oleh AI dan teknologi. Namun, di tengah perubahan itu, pameran ini juga menegaskan bahwa nilai-nilai tradisional, interaksi manusia, dan identitas budaya tetap penting dalam dunia yang semakin terdigitalisasi. The Artistic Reflection of Recorded Media Art in the Artificial Intelligence Era memperlihatkan bahwa seni media rekam, dalam berbagai bentuknya, tetap mampu menciptakan koneksi antara masa lalu, masa kini, dan masa depan.