Aras Arus Daya Seni Fotografi

oleh : Aji Susanto Anom P., M.Sn.

Pada tahun 2024, Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta menginjak usia yang ke-40. Tahun ini usia tersebut diperingati sebagai Lustrum ke-8 ISI Yogyakarta. Tema besar dalam perayaan lustrum ini adalah “Transformasi Daya Seni Untuk Indonesia Unggul”. Tahun ke tahun ISI Yogyakarta selalu menjaga komitmennya untuk menjadi pusat transformasi dan inovasi dalam bidang seni. Tema besar tersebut diturunkan menjadi sub tema “Daya Kreatif, Imajinasi dan Inovasi Seni Untuk Kemajuan Bangsa.” sebagai benang merah pameran dan penayangan karya seni media rekam tahun 2024.

Jurusan Fotografi pada pameran ini menyajikan karya dari para dosen, karya capaian hasil pembelajaran dan karya tugas akhir. Karya capaian hasil pembelajaran diambil dari Mata Kuliah (MK) : Fotografi Hitam Putih, Fotografi Eksperimental, Fotografi Komersial, Fotografi Cerita, Fotografi Dokumenter dan Komposisi Fotografi. Karya capaian hasil pembelajaran ini diharapkan mampu menjadi cerminan bagaimana kreatifitas tetap menjadi api semangat dalam daya imajinasi untuk selalu berinovasi.

198 tahun lalu, Niepce melakukan perekaman fotografis pertama dengan metode heliografi. Rekaman pemandangan dari jendela kamarnya itu kemudian menjadi imaji pertama yang berhasil direkam oleh karya teknologi manusia. Dari jendela kamar Niepce, fotografi terus berkembang mengikuti arus aras roda modernitas. Penemuan teknologi dari analog sampai ke digital, hingga saat ini memasuki dunia artificial. Selain penemuan teknologi, fotografi menjadi sebuah medium yang mengubah cara orang memandang realitas dan memaknai kehidupannya. Sehingga lahirlah pendekatan-pendekatan spesifik pada objek tertentu yang dipandang yang kemudian diklasifikasikan dengan istilah genre fotografi.

Genre-genre fotografi terus berkembang, mengacu pada pengklasifikasian tersebut 3 motif utama dalam diturunkan menjadi peminatan pada Jurusan Fotografi yaitu komersial, dokumenter dan ekspresi. Mata kuliah kemudian dirancang dalam pohon kurikulum sebagai ranting dan batang yang saling terpadu untuk bermuara pada 3 peminatan tersebut. Mata kuliah yang diikutsertakan dalam pameran ini diharapkan mampu memberi gambaran singkat dari proses pembelajaran yang ditempuh mahasiswa pada Jurusan Fotografi.

Karya-karya yang dipamerkan selain memberi gambaran dari proses pembelajaran juga menjadi contoh bagaimana daya kreatif dan inovasi tiap tahunnya dikembangkan oleh mahasiswa. Karya MK Fotografi Hitam Putih memberi bayangan bagaimana proses analog mampu menjadi pembelajaran pada aspek sejarah materialitas. Karya MK Fotografi Dokumenter dan Fotografi Cerita memberi gambaran bagaimana representasi realitas dijaga objektifitasnya namun tetap kreatif dalam menuturkan keadaan yang beragam. Karya MK Fotografi Komersial memperlihatkan bagaimana seni fotografi diterapkan sebagai sebuah alat untuk mewujudkan communication strategy dan brand awareness dari sebuah jenama jasa atau produk. Karya MK Komposisi Fotografi menyajikan bagaimana dasar-dasar penyusunan sebuah bahasa visual itu dilatih melalui kepekaan dan ketajaman rasa. Lalu terakhir karya MK Fotografi Eksperimental memberikan gambaran bagaimana fotografi mampu keluar Batasan konvensional dan ditampilkan sebagai medium eksplorasi seni untuk seni. Pameran karya fotografi ini tidak hanya menampilkan karya capaian pembelajaran dari mata kuliah saja namun juga karya-karya hasil dari skripsi penciptaan seni fotografi. Karya skripsi ini akan memberi gambaran bagaimana pengetahuan tentang medium fotografi berjalan sebangun dengan tema atau topik yang diangkat. 

Pameran ini juga menyajikan karya-karya dosen dari Jurusan Fotografi. Karya-karya dosen memperlihatkan keberagaman spektrum dari medium fotografi dalam menampakkan kenyataan. Karya Irwandi berjudul “Rain Vibes in Seoul” memperlihatkan bagaimana pendekatan street photography menampakkan rekaman peradaban dalam kehidupan urban. Karya Fajar Apriyanto berjudul “Tak Tergantikan” menyajikan hasil dari pencapaian gelar doktoral melalui pencarian pengetahuan baru fotografi sebagai medium yang memiliki potensi untuk berfungsi secara konkrit pada kehidupan terutama pada topik-topik “trauma” dan “kehilangan”. Karya Pamungkas Wahyu Setiyanto berjudul “Eternal” menunjukkan bagaimana kepekaan pengamatan memiliki daya seni untuk mentransformasi realitas satu ke realitas yang lain. Masih banyak karya-karya dosen yang lain pada pameran ini yang memiliki refleksi berharga untuk merenungkan daya dari medium fotografi.

Selamat mengapresiasi karya-karya yang dipamerkan dalam pameran karya fotografi Lustrum ke-8 ISI Yogyakarta. Semoga karya-karya yang dipamerkan mammpu menjadi gema dari kemerdekaan kreasi dan inovasi insan seni. Proficiat untuk Lustrum ke-8 ISI Yogyakarta, jayalah selalu daya kreatifitas dan inovasi seni!